DEFINISI
CYBERLAW
Cyberlaw adalah hukum yang digunakan di
dunia cyber (dunia maya), yang umumnya diasosiasikan dengan Internet. Cyberlaw
dibutuhkan karena dasar atau fondasi dari hukum di banyak negara adalah
"ruang dan waktu". Sementara itu, Internet dan jaringan komputer
mendobrak batas ruang dan waktu ini. Yuridis, cyber law tidak sama lagi dengan
ukuran dan kualifikasi hukum tradisional. Kegiatan cyber meskipun bersifat
virtual dapat dikategorikan sebagai tindakan dan perbuatan hukum yang nyata.
Kegiatan cyber adalah kegiatan virtual yang berdampak sangat
nyata meskipun alat buktinya bersifat elektronik. Dengan demikian subjek
pelakunya harus dikualifikasikan pula sebagai orang yang telah melakukan
perbuatan hukum secara nyata. Dari sini lah Cyberlaw bukan saja keharusan,
melainkan sudah merupakan kebutuhan untuk menghadapi kenyataan yang ada
sekarang ini, yaitu dengan banyaknya berlangsung kegiatan cybercrime.
TEORI- TEORI CYBERLAW
Setiap Orang
dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan manipulasi,
penciptaan, perubahan, penghilangan, pengrusakan Informasi Elektronik dan/atau
Dokumen Elektronik dengan tujuan agar Informasi Elektronik dan/atau Dokumen
Elektronik tersebut dianggap seolah-olah data yang otentik.
Berdasarkan karakteristik khusus
yang terdapat dalam ruang cyber maka dapat dikemukakan beberapa teori sebagai
berikut :
1.
The Theory of the Uploader and the Downloader, Berdasarkan teori ini, suatu negara dapat melarang dalam wilayahnya,
kegiatan uploading dan downloading yang diperkirakan dapat bertentangan dengan
kepentingannya. Misalnya, suatu negara dapat melarang setiap orang untuk
uploading kegiatan perjudian atau kegiatan perusakan lainnya dalam wilayah
negara, dan melarang setiap orang dalam wilayahnya untuk downloading kegiatan
perjudian tersebut. Minnesota adalah salah satu negara bagian pertama yang
menggunakan jurisdiksi ini.
2.
The Theory of Law of the Server, Pendekatan ini memperlakukan server dimana webpages secara fisik
berlokasi, yaitu di mana mereka dicatat sebagai data elektronik. Menurut teori
ini sebuah webpages yang berlokasi di server pada Stanford University tunduk
pada hukum California, Namun teori ini akan sulit digunakan apabila uploader berada dalam jurisdiksi asing.
3.
The Theory of InternationalSpaces, Ruang cyber dianggap sebagai the
fourth space. Yang menjadi analogi adalah tidak terletak pada kesamaan fisik,
melainkan pada sifat internasional, yakni sovereignless quality.
JENIS-JENIS CYBERLAW
1.
Joy Computing Adalah pemakaian komputer orang
lain tanpa izin . Hal ini termasuk pencurian waktu operasi komputer.
2.
Hacking Adalah mengakses secara tidak
sah atau tanpa izin dengan alat suatu terminal.
3.
The Trojan Horse Manipulasi data atau program
dengan jalan mengubahdata atu instruksi pada sebuah program , menghapus,
menambah, menjadikan tidak terjangkau dengan tujuan untuk kepentingan pribadi
atau orang lain.
4.
Data Leakage Adalah menyangkut bocornya data
keluar terutama mengenai data yang harus dirahasiakan.
5.
Data Didling Yaitu suatu perbuatan mengubah
data valid atau sah dengan cara tidak sah mengubah input atau output data.
6.
To Frustate Data Communication ata Diddling Yaitu penyianyiaan data computer
7.
Software Privaci Yaitu pembajakan perangkat lunak
terhadap hak cipta yang dilindungi HAKI
RUANG
LINGKUP CYBERLAW
Menurut Jonathan Rosenoer dalam Cyber Law – The Law Of
Internet menyebutkan ruang lingkup cyber law :
1. Hak Cipta (Copy Right)
2. Hak Merk (Trademark)
3. Pencemaran nama baik (Defamation)
4. Hate Speech
5. Hacking, Viruses, Illegal Access
6. Regulation Internet Resource
7. Privacy
8. Duty Care
9. Criminal Liability
10. Procedural Issues (Jurisdiction,
Investigation, Evidence, etc)
11. Electronic Contract
12. Pornography
13. Robbery
14. Consumer Protection E-Commerce, E-
Government
TOPIK-TOPIK CYBERLAW
Secara garis besar ada lima topic dari cyberlaw di setiap
negara yaitu:
1. Information security, menyangkut
masalah keotentikan pengirim atau penerima dan integritas dari pesan yang
mengalir melalui internet. Dalam hal ini diatur masalah kerahasiaan dan keabsahan
tanda tangan elektronik.
2. On-line transaction, meliputi
penawaran, jual-beli, pembayaran sampai pengiriman barang melalui internet.
3. Right in electronic information,
soal hak cipta dan hak-hak yang muncul bagi pengguna maupun penyedia content.
4. Regulation information content,
sejauh mana perangkat hukum mengatur content yang dialirkan melalui internet.
5. Regulation on-line contact, tata
karma dalam berkomunikasi dan berbisnis melalui internet termasuk perpajakan,
retriksi eksport-import, kriminalitas dan yurisdiksi hukum.
ASAS-ASAS CYBERLAW
Dalam kaitannya dengan penentuan hukum yang berlaku dikenal
beberapa asas yang biasa digunakan, yaitu :
1. Subjective Territoriality yaitu yang
menekankan bahwa keberlakuan hukum ditentukan berdasarkan tempat perbuatan
dilakukan dan penyelesaian tindak pidananya dilakukan di negara lain.
2. Objective Territoriality yaitu yang
menyatakan bahwa hukum yang berlaku adalah hukum dimana akibat utama perbuatan
itu terjadi dan memberikan dampak yang sangat merugikan bagi negara yang
bersangkutan.
3. Nationality yaitu yang menentukan
bahwa negara mempunyai jurisdiksi untuk menentukan hukum berdasarkan
kewarganegaraan pelaku.
4. Passive Nationality yang menekankan
jurisdiksi berdasarkan kewarganegaraan korban.
5. Protective Principle yaitu yang
menyatakan berlakunya hukum didasarkan atas keinginan negara untuk melindungi kepentingan
negara dari kejahatan yang dilakukan di luar wilayahnya, yang umumnya digunakan
apabila korban adalah negara atau pemerintah.
6. Universality yaitu asas yang
menyatakan selayaknya memperoleh perhatian khusus terkait dengan penanganan
hukum kasus-kasus cyber. Asas ini disebut juga sebagai “universal interest
jurisdiction”. Pada mulanya asas ini menentukan bahwa setiap negara berhak
untuk menangkap dan menghukum para pelaku pembajakan. Asas ini kemudian
diperluas sehingga mencakup pula kejahatan terhadap kemanusiaan (crimes against
humanity), misalnya penyiksaan, genosida, pembajakan udara dan lain-lain.
Meskipun di masa mendatang asas
jurisdiksi universal ini mungkin dikembangkan untuk internet piracy, seperti
computer, cracking, carding, hacking and viruses, namun perlu dipertimbangkan
bahwa penggunaan asas ini hanya diberlakukan untuk kejahatan sangat serius
berdasarkan perkembangan dalam hokum internasional. Oleh karena itu, untuk
ruang cyber dibutuhkan suatu hukum baru yang menggunakan pendekatan yang
berbeda dengan hukum yang dibuat berdasarkan batas-batas wilayah. Ruang cyber
dapat diibaratkan sebagai suatu tempat yang hanya dibatasi oleh screens and
passwords. Secara radikal, ruang cyber telah mengubah hubungan antara legally
significant (online) phenomena and physical location.
TUJUAN CYBERLAW
Cyberlaw sangat dibutuhkan, kaitannya dengan upaya
pencegahan tindak pidana, ataupun penanganan tindak pidana. Cyber law akan
menjadi dasar hukum dalam proses penegakan hukum terhadap kejahatan-kejahatan
dengan sarana elektronik dan komputer, termasuk kejahatan pencucian uang dan
kejahatan terorisme.
KARAKTERISTIK CYBERLAW
Cyberlaw sama dengan Cybercrime yaitu sebagai kejahatan yang
muncul sebagai akibat adanya komunitas dunia maya di internet, memiliki karakteristik
tersendiri, antara lain menyangkut 5 hal sebagai berikut :
1. Ruang lingkup kejahatan
Sesuai sifat global internet, ruang
lingkup kejahatan ini juga bersifat global. Cybercrime sering kali dilakukan
secara transnasional, melintasi batas antar Negara sehingga sulit dipastikan
yuridiksi hukum negara mana yang berlaku terhadapnya.
2. Sifat kejahatan
Karakteristik yang kedua yaitu sifat
kejahatan di dunia maya yang non-violence, atau tidak menimbukan kekacauan yang
mudah terlihat. Oleh karena itu, ketakutan atas kejahatan tersebut tidak mudah
timbul meskipun bisa saja kerusakan yang diakibatkan oleh kejahatan cyber dapat
lebih dahsyat dari pada kejahatan-kejahatan lain.
3. Pelaku kejahatan
Pelaku cybercrime bersifat lebih
universal meski memiliki cirri kusus yaitu kejahatan dilakukan oleh orang –
orang yang menguasai penggunaan internet beserta aplikasinya.
4. Modus kejahatan
Modus kejahatan ini adalah
penggunaan teknologi informasi dalam modus operandi yang biasanya sulit
dimengerti oleh orang – orang yang tidak menguasai pengetahuan tentang
computer, teknik pemrogrmannya dan seluk beluk duni cyber.
5. Jenis kerugian yang ditimbulkan
Kerugian yang ditimbulkan dari kejahatan ini
bersifat material maupun non-material seperti waktu, nilai, jasa, uang, barang,
harga diri, martabat dan bahkan sampai pada kerahasiaan informasi.
KOMPONEN
CYBERLAW
- Pertama, tentang yurisdiksi
hukum dan aspek-aspek terkait; komponen ini menganalisa dan menentukan
keberlakuan hukum yang berlaku dan diterapkan di dalam dunia maya itu.
- Kedua, tentang landasan
penggunaan internet sebagai sarana untuk melakukan kebebasan berpendapat
yang berhubungan dengan tanggung jawab pihak yang menyampaikan, aspek
accountability, tangung jawab dalam memberikan jasa online dan penyedia
jasa internet (internet provider), serta tanggung jawab hukum bagi
penyedia jasa pendidikan melalui jaringan internet.
- Ketiga, tentang aspek hak milik
intelektual dimana adanya aspek tentang patent, merek dagang rahasia
yang diterapkan serta berlaku di dalam dunia cyber.
- Keempat, tentang aspek
kerahasiaan yang dijamin oleh ketentuan hukum yang berlaku di
masing-masing yurisdiksi negara asal dari pihak yang mempergunakan atau
memanfaatkan dunia maya sebagai bagian dari sistem atau mekanisme jasa
yang mereka lakukan.
- Kelima, tentang aspek hukum
yang menjamin keamanan dari setiap pengguna internet.
- Keenam, tentang ketentuan hukum
yang memformulasikan aspek kepemilikan dalam internet sebagai bagian dari
nilai investasi yang dapat dihitung sesuai dengan prinisip-prinsip
keuangan atau akuntansi.
- Ketujuh, tentang aspek hukum
yang memberikan legalisasi atas internet
- sebagai bagian dari perdagangan
atau bisnis usaha.
PERKEMBANGAN CYBERLAW
Perkembangan Cyber Law di Indonesia sendiri belum bisa
dikatakan maju. Hal ini diakibatkan oleh belum meratanya pengguna internet di
seluruh Indonesia. Berbeda dengan Amerika Serikat yang menggunakan telah
internet untuk memfasilitasi seluruh aspek kehidupan mereka. Oleh karena itu,
perkembangan hukum dunia maya di Amerika Serikat pun sudah sangat maju.
Landasan fundamental di dalam aspek yuridis yang mengatur
lalu lintas internet sebagai hukum khusus, di mana terdapat komponen utama yang
meng-cover persoalan yang ada di dalam dunai maya tersebut, yaitu :
1.
Yurisdiksi
hukum dan aspek-aspek terkait. Komponen ini menganalisa dan menentukan
keberlakuan hukum yang berlaku dan diterapkan di dalam dunia maya itu.
2.
Landasan
penggunaan internet sebagai sarana untuk melakukan kebebasan berpendapat yang
berhubungan dengan tanggung jawab pihak yang menyampaikan, aspek
accountability, tangung jawab dalam memberikan jasa online dan penyedia jasa
internet (internet provider), serta tanggung jawab hukum bagi penyedia jasa
pendidikan melalui jaringan internet.
3.
Aspek
hak milik intelektual di mana ada aspek tentang patent, merek dagang rahasia
yang diterapkan, serta berlaku di dalam dunia cyber.
4.
Aspek
kerahasiaan yang dijamin oleh ketentuan hukum yang berlaku di masing-masing
yurisdiksi negara asal dari pihak yang mempergunakan atau memanfaatkan dunia
maya sebagai bagian dari sistem atau mekanisme jasa yang mereka lakukan.
5.
Aspek
hukum yang menjamin keamanan dari setiap pengguna dari internet.
6.
Ketentuan
hukum yang memformulasikan aspek kepemilikan didalam internet sebagai bagian
dari pada nilai investasi yang dapat dihitung sesuai dengan prinisip-prinsip
keuangan atau akuntansi.
7.
Aspek
hukum yang memberikan legalisasi atas internet sebagai bagian dari perdagangan
atau bisnis usaha.
Berdasarkan
faktor-faktor di atas, maka kita akan dapat melakukan penilaian untuk menjustifikasi
sejauh mana perkembangan dari hukum yang mengatur sistem dan mekanisme internet
di Indonesia. Walaupun belum dapat dikatakan merata, namun perkembangan
internet di Indonesia mengalami percepatan yang sangat tinggi serta memiliki
jumlah pelanggan atau pihak yang mempergunakan jaringan internet terus
meningkat sejak paruh tahun 90′an.
Salah satu
indikator untuk melihat bagaimana aplikasi hukum tentang internet diperlukan di
Indonesia adalah dengan banyak perusahaan yang menjadi provider untuk pengguna
jasa internet di Indonesia. Perusahaan-perusahaan yang memberikan jasa provider
di Indonesian sadar atau tidak merupakan pihak yang berperanan sangat penting
dalam memajukan perkembangan Cyber Law di Indonesia dimana fungsi-fungsi yang
mereka lakukan seperti :
1. Perjanjian aplikasi rekening
pelanggan internet.
2. Perjanjian pembuatan desain home
page komersial.
3. Perjanjian reseller penempatan
data-data di internet server.
4. Penawaran-penawaran penjualan
produk-produk komersial melalui internet.
5. Pemberian informasi yang di-update
setiap hari oleh home page komersial.
6. Pemberian pendapat atau polling
online melalui internet.
Tetapi dalam satu dekade terakhir Indonesia cukup serius
menangani berbagai kasus terkait Cybercrime. Menyusun berbagai rancangan
peraturan dan perundang-undangan yang mengatur aktivitas user di dunia maya.
Dengan peran aktif pemerintah seperti itu, dapat dikatakan Cyberlaw telah mulai
diterapkan dengan baik di Indonesia.
Berikut
ini adalah beberapa kategori kasus Cybercrime yang telah ditangani dalam UU
Informasi dan Transaksi Elektronik (Pasal 27 sampai dengan Pasal 35) :
27.
Illegal Contents
1. Muatan yang melanggar kesusilaan
(Pornograph)
2. Muatan perjudian ( Computer-related
betting)
3. Muatan penghinaan dan pencemaran
nama baik
4. Muatan pemerasan dan ancaman
(Extortion and Threats)
28.
Illegal Contents
1.
Derita
bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi
Elektronik. (Service Offered fraud)
2.
Informasi
yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan (SARA).
29.
Illegal Contents
Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang berisi
ancaman kekerasan atau menakut-nakuti yang ditujukan secara pribadi.
30.
Illegal Access
1.
Dengan
sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses Komputer dan/atau Sistem
Elektronik milik Orang lain dengan cara apa pun.
2.
Dengan
sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses Komputer dan/atau Sistem
Elektronik dengan cara apa pun dengan tujuan untuk memperoleh Informasi
Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik.
3.
Dengan
sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses Komputer dan/atau Sistem
Elektronik dengan cara apa pun dengan melanggar, menerobos, melampaui, atau
menjebol sistem pengamanan.
31.
Illegal Interception
1.
Intersepsi
atau penyadapan atas Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dalam
suatu Komputer dan/atau Sistem Elektronik tertentu milik Orang lain.
2.
Intersepsi
atas transmisi Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang tidak
bersifat publik dari, ke, dan di dalam suatu Komputer dan/atau Sistem
Elektronik tertentu milik Orang lain, baik yang tidak menyebabkan perubahan apa
pun maupun yang menyebabkan adanya perubahan, penghilangan, dan/atau
penghentian Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang sedang
ditransmisikan.
32.
Data Leakage and Espionage
Mengubah, menambah, mengurangi, melakukan transmisi,
merusak, menghilangkan, memindahkan, menyembunyikan suatu Informasi Elektronik
dan/atau Dokumen Elektronik milik Orang lain atau milik publik.
33.
System Interference
Melakukan tindakan apa pun yang berakibat terganggunya
Sistem Elektronik dan/atau mengakibatkan Sistem Elektronik menjadi tidak
bekerja sebagaimana mestinya.
34.
Misuse Of Devices
Memproduksi, menjual, mengadakan untuk digunakan, mengimpor,
mendistribusikan, menyediakan, atau memiliki: perangkat keras atau perangkat
lunak Komputer yang dirancang atau secara khusus dikembangkan untuk
memfasilitasi cybercrime, sandi lewat Komputer, Kode Akses, atau hal yang
sejenis dengan itu yang ditujukan agar Sistem Elektronik menjadi dapat diakses
dengan tujuan memfasilitasi cybercrime.
35.
Data Interference
Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum
melakukan manipulasi, penciptaan, perubahan, penghilangan, pengrusakan
Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dengan tujuan agar Informasi
Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik tersebut dianggap seolah-olah data yang
otentik.